Pulang

Standar

saya pernah memikirkannya cukup lama.

memikirkan tentang kematian yang lebih lama dari hidup.
tapi kenapa hidup selalu mampu menawarkan kepedihan, lebih lama dari hidup tersebut.
Sampai tua, sampai usang, bumi tak pernah luput dari kerusakannya.
tapi itu semua ada diruang yang bernama waktu.
dan sekali lagi tentu lebih pendek dari kehampaan dengan tawaran kematiannya.

tidak kemana mana

Standar

Aku serius. Aku nggak pura pura.

“Terserah aja, aku bisa apa kalau hanya aku aja yang sepihak.”

Getir aku mengucap kata kata itu, dengan sanggup, kusanggupi permintaannya. Mengakhiri hubungan ini.

Sebelumnya, yang sudah sudah, dia sudah pernah mengajukan proposal yang sama, tanpa se izinku dia pergi tanpa mau ku, dia bersuka atas keputusannya.

Aku tak perlu berdrama lagi untuk pertunjukan ini, untuk semua yang paham keberadaan kami.

“Aku khawatir..” Ucapnya pelan.

Lagi dengan dengan pasti aku berkata,

” Pergilah, kan sudah mengucap selamat tinggal, pergilah aku menangis tapi bukan berarti kenapa napa,”

Sambil menyeka air mataku, dia memelukku hangat, dalam hati kusimpan peluk itu membatin aku beruujar. “karena aku tau aku pasti mendapatkanmu disi. Dipelukku”.

Saya pastikan!

Standar

Saya mencintainya dengan adanya saya kala itu. Usia tidak memojokkan saya dengan pengertian masa itu. Saya masih 18, kami jatuh cinta. Menghabiskan akhir minggu bersama layaknya pasangan lain. Pelukan. Ke pesta dansa. Bahkan setelah pengumuman kelulusan. kami berencana membuat tatoo yang sama.Setidaknya kami menikmati masa masa itu.

Sampai sekarang 50 tahun sudah berlalu, saya pastikan, saya seorang yang akan tetap menjadi perempuannya. Saya pastikan saya tidak akan pernah meninggalkannya, dan selalu tetap bersamanya. Saya bahkan yakin di kehidupan yang lain, saya tetap miliknya.

________________________________

” Sudah, sana tidur saja lagi.. Pagi pagi sudah ngajak gaduh..!”

Suara lelaki itu tegas dan kuat, lagi dengan gontai saya beranjak meninggalkannya dengan kopi yang baru saja saya seduh untuknya.Suami saya yang sudah 50 tahun terakhir mendamping tubuh saya yang bukan jiwa saya.

Impian saya cuma satu, bisa menciptakan mesin waktu, dan mengulang kisah itu menjaga sampai sekarang dan mendampinginya sampai akhir, saya sudah pernah katakan padanya betapa berartinya dia dalam hidup ini.

Itulah sebabnya saya bisa pastikan saya seorang yang akan tetap menjadi perempuannya. Saya pastikan saya tidak akan penah meninggalkannya, dan selalu tetap bersamanya. Saya bahkan yakin di kehidupan yang lain, saya tetap akan bersamanya.

Saya buru buru meninggalkan suami saya dengan kopinya. Mencari kunci, berlari pergi, dimana terakhir saya tidak pernah melihatnya lagi. Kekasih.

Tenggelam di hayal.

Standar

Aku ingin bercinta dengan “kenyataan”

yang mengapung, terapung oleh hayal.

Aku ingin kembali pada “kenyataan”

tapi mimpi kuat gagahi nyata.

Aku ingin terbebas dari ilusi.

 

….. karena nyatanya imaji tak mampu dibedakan lagi.

 

ps: Catatan kaki untuk seorang sahabat

….. Matahari

Standar

ketika aku berputar mengelilingimu, bagiku kau adalah matahari.

bersinar. Dan aku yang dengan porosku sebagai bumi juga tak luput dari gelap karena lakumu.

bagiku kau tak ubah dari matahari. membagi hangat yang bertumpu pada langit, yang kau bagi dengan bumi bumi lain. Dan tak pernah terlambat menghadiahiku cemburu.

Tapi matahari, kuasamu sungguh membuatku lupa, ada yang berkeliling mengitariku selayaknya aku mengelilingimu.

yang tampak sendu ketika kau kehilangan cahayamu dimalamku. “bulan”.

Sampingan

ketika aku berputar mengelilingimu, bagiku kau adalah matahari.

bersinar. Dan aku yang dengan porosku sebagai bumi juga tak luput dari gelap karena lakumu.

bagiku kau tak ubah dari matahari. membagi hangat yang bertumpu pada langit, yang kau bagi dengan bumi bumi lain. Dan tak pernah terlambat menghadiahiku cemburu.

Tapi matahari, kuasamu sungguh membuatku lupa, ada yang berkeliling mengitariku selayaknya aku mengelilingimu.

yang tampak sendu ketika kau kehilangan cahayamu dimalamku. “bulan”.

ketika aku terlupa…

malam

Standar

bagaimana saya harus mengisahkan cerita ini.
saya kehilangan pagi, malam. Sungguh..
hangatnya.
cerahnya.
kisahnya.
saya kehilangan.

😦 saya dengan melalui mimpiku malam, pagi ternyata kecewa padaku.
dan itu tidak benar.

saya tahu itu hanya mimpi yang berkedip.

saya tahu itu.

Kenangan

Standar

Aroma kenangan memenuhi ruang.
Volumenya menimbulkan tekanan hingga tiba waktunya memuntahkan.
Kenangan yang bercerita sekarang hanya sepotong kata saja.
“kenangan”

Saya mencari di mana keberadaannya, tapi hanya itulah yang menguap. Meluap.
Saya tidak tahu sedang mengenang apa.
Saya tidak tahu kenangan bagaimana.

Tapi dibentang waktu yang luas tanpa batas, ada langkah yang seolah meminta kembali.
Ke awal yang yang tidak berawal.

Bulan

Standar

Katanya dia tidak mau jadi bulan karena bulan tidak memancarkan sinarnya sendiri.
Katanya dia tidak mau jadi bulan yang berputar mengelilingi bumi, menarik gaya pada air laut yang menciptakan pasang di malam malam purnamanya.
Katanya dia tidak mau menjadi bulan yang kadang penuh, kemudian separuh, lalu menghunus sabit menakuti malam. Kemudian menghilang.

Setidaknya, aku yang akan mencoba menjadi bulan. 🙂

Cerita Pagi

Standar

Yang tak mampu lagi tercerita.
Melihat di pagi matahari melambat menyapa, bulan masih angkuh menggantung padahal sudah pukul 7.
Pelan pelan matahari terlihat masih pelukan dengan bumi, berjajar horizon merona.
Saya paham Tuhan sedang mengeja disana.

Selamat siang, Pagi.. 😀